Bismillah…
Memang betul bahwa pendapat tersebut adalah pendapat fikihnya Mazhab Hanafi. Di dalam kitab Al-Mabsut; sebuah referensi dalam mazhab Hanafi, karya Imam As-Syarkhosi -rahimahullah- terdapat keterangan sebagai berikut,
المرأة إذا زوجت نفسها أو أمرت غير الولي أن يزوجها فزوجها جاز النكاح وبه أخذ أبو حنيفة رحمه الله تعالى سواء كانت بكرا أو ثيبا
“Perempuan boleh-boleh saja menikahkah dirinya (tanpa wali, pent) atau dinikahkan oleh orang yang sebenarnya bukan walinya. Pendapat ini dipegang oleh Abu Hanifah -rahimahullah ta’ala-. Ini berlaku pada gadis maupun janda.” (Al-Mabsuth 5/11).
Namun, di dalam berislam yang menjadi referensi bukan semata-mata pendapat fikih seorang ulama, atau bahkan pendapat fikihnya Imam mazhab. Kita dalam berislam sedang menyembah Allah. Dan para ulama Islam berusaha keras/berijtihad menyederhanakan ilmu untuk mudah dipahami. Kadang mereka benar, kadang mereka keliru. Ada sebuah prinsip yang berlaku dalam menyikapi pendapat para ulama, prinsip ini telah digariskan oleh seluruh ulama Islam, yaitu
كلام العلماء يستدل له لا يستدل به
“Ucapan ulama itu didalili bukan sebagai dalil.”
Artinya, jika ucapan ulama atau sebuah Mazhab itu selaras dengan dalil atau menekankan, memperjelas sebuah dalil yang Shahih (valid), maka barulah diambil. Namun jika tidak maka harus ditolak. Karena ulama atau Mazhab juga manusia atau hasil dari pemikiran manusia pasti ada peluang keliru, meskipun tanpa mengurangi rasa hormat mereka sebagai orang-orang yang berilmu. Karena kita orang Islam diajarkan untuk tidak menisbatkan kebenaran kepada siapapun kecuali Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.
Imam kita yang mulia; Imam Abu Hanifah sendiri pernah menitipkan pesan,
إذا صح الحديث فهو مذهبي
“Jika hadis itu shahih, maka itulah mazhabku.” (Al-Mustakhraj ‘alal Mustadrak:15, Hasyiyah Ibnu Abidin 1/67)
Beliau juga mengatakan lebih tegas lagi,
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله تعالى ، وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي
“Bila aku mengatakan suatu ucapan yang menyelisihi Al-Quran dan hadis Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- maka tinggalkanlah ucapanku.” (Iqodh Himam Ulil Abshor:50).
Ini menunjukkan ketulusan dan integritas beliau dalam mendakwahkan Islam. Beliau mendidik kaum muslimin untuk mengikuti dalil, buka semata-semata pendapat beliau.
Semoga Allah memuliakan Imam Abu Hanifah.
Semoga bisa dicontoh oleh para tokoh agama, kyai atau ustadz. Jika Imam mazhab yang keilmuannya sangat tinggi saja sedemikian rendah hati kepada dalil, maka yang keilmuannya di bawah beliau lebih pantas untuk menyatakan demikian. Agar masyarakat betul-betul teredukasi untuk mengikuti kebenaran, bukan taklid kepada personal atau golongan tertentu.
Berkenaan pendapat Imam Abu Hanifah -rahimahullah- dalam hal sahnya nikah perempuan tanpa wali adalah pendapatnya kurang tepat. Karena menyelisihi dalil yang sangat valid/shahih. Disamping itu, pendapat yang menyatakan sahnya wanita menikah tanpa izin wali telah menyelisihi pendapat mayoritas ulama (Jumhur). Sebagaimana keterangan di dalam fatawa Islam Sual wal Jawab:
وذهب جمهور العلماء –وهو الصحيح- إلى أن النكاح بلا ولي فاسد غير صحيح
“Mayoritas ulama berpendapat bahwa menikah tanpa wali hukumnya tidak sah, inilah pendapat yang lebih tepat.” (https://islamqa.info/ar/answers/381188/%D8%B9%..)
Di saat sebuah pendapat itu menyendiri, bertentangan dengan pendapat mayoritas para ahli yang lain, maka itu salahsatu adalah indikator bahwa pendapat tersebut perlu dikaji ulang.
Sebab adanya pendapat Imam Abu Hanifah yang bertetangan dengan pendapat jumhur bahwa adalah, karena menurut beliau tidak ada ayat atau hadis yang secara tegas menerangkan pensyaratan wali dalam nikah. Dalil-dalil yang berbicara tentang masalah ini menurut beliau bersifat majmuk, mengandung berbagai penafsiran atau tidak tegas mengarah pada satu kesimpulan. Di samping itu, beliau menilai hadis-hadis dalam hal ini statusnya tidak shahih (Bidayah Al-Mijtahid, Ibnu Rusyd).
Namun, yang tepat sebagaimana yang dipegang oleh mayoritas ulama bahwa dalil-dalil dalam hal ini sangat jelas menyatakan bahwa wanita disyaratkan menikah dengan izin wali dan hadis-hadis yang berbicara tentang ini adalah hadis-hadis yang dinilai shahih oleh banyak ahli hadis yang kredibel.
Selanjutnya tentang paparan dalil-dalil pensyaratan wali perempuan dalam nikah bisa Anda pelajari di sini.
Btw, udah jauh-jauh belajar masalah nikah sampai ke sini, sudah dapet calon belum nih? Kalau belum dapat semoga Anda bida bertemu jodoh terbaik di Biro Jodoh Rumaysho.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori (ahmadanshori.aan)
Artikel: Remajaislam.com