Pernikahan, Jalan Sunyi Para Nabi
Pernikahan bukan sekadar seremonial. Ia bukan sekadar foto prewedding, cincin emas, atau pesta megah di aula hotel. Pernikahan, wahai jiwa yang sedang resah, adalah jalan sunyi yang dahulu ditempuh para nabi. Jalan yang senyap, tapi dipenuhi cahaya dari langit.
Ia bukan hanya soal hidup berdua. Tapi tentang dua hati yang meniatkan hidupnya untuk menggenapkan iman. Dua jiwa yang saling menggenggam, tak hanya saat dunia sedang ramah, tapi juga ketika badai datang tak diundang.
Imam Ibn Qudamah -rahimahullah- pernah menuliskan kalimat sederhana namun menghunjam:
النكاح من سنن المرسلين وهو أفضل من التخلي منه لنفل العبادة
“Pernikahan adalah sunah para rasul. Lebih utama daripada menyendiri demi ibadah sunnah.”
Al-‘Aini -rahimahullah- mengatakan:
لأن فيه معنى العبادة، فإن النكاح سنة الأنبياء والمرسلين، وفيه تحصيل نصف الدين، وقد تواترت الأخبار والآثار في توعد من رغب عنه وتحريض من رغب فيه
“Karena di dalamnya terdapat makna ibadah, maka nikah adalah sunnah para nabi dan rasul. Melalui nikah, seseorang dapat menyempurnakan separuh agamanya. Telah datang riwayat-riwayat yang mutawatir (berkesinambungan) dalam bentuk ancaman bagi siapa yang berpaling darinya dan dorongan bagi siapa yang menginginkannya.”
Betapa dalam…
Betapa agung…
Ternyata mencintai pasanganmu, menafkahi anak-anakmu, menahan letihmu di tengah malam demi keluargamu; itu lebih utama daripada tangis panjang di sajadah yang dingin, jika semua itu kau niatkan karena Allah.
Maka jangan heran, ketika Rasulullah ﷺ bersabda, bahwa sepotong roti yang kau suapkan ke mulut istrimu, bisa menjadi sedekah. Bisa menjadi sebab dikumpulkan bersama para nabi di surga.
– إنَّكَ لن تُنْفِقَ نفقةً تبتَغي بها وجهَ اللهِ عزَّ وجلَّ إلَّا أُجِرْتَ بها حتَّى ما تجعلُ في فَمِ امرأتِكَ
“Ketahuilah, tak ada satu pun nafkah yang kau keluarkan, selama itu kau niatkan demi meraih ridha Allah, melainkan semua itu akan dibalas dengan pahala. Bahkan, sesederhana suapan kecil yang kau berikan ke mulut istrimu… itu pun tercatat sebagai amal yang bernilai di sisi-Nya.” (HR. Bukhari)
Karena cinta dalam Islam, bukan sekadar rasa. Ia adalah ibadah.
Dan tahukah kamu?
Bahkan pemuda yang menggembala kambing untuk memberi makan orang tuanya, dikatakan Rasul sebagai pejuang di jalan Allah. Karena niatnya suci. Karena tanggung jawabnya lebih besar daripada ego pribadi.
Imam Nawawi pun menulis dengan jernih:
وَفِيهِ أَنَّ الْمُبَاحَ إِذَا قُصِدَ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى صَارَ طَاعَةً وَيُثَابُ عَلَيْهِ
“Segala yang mubah, jika diniatkan karena Allah, menjadi ibadah.”
كَالْأَكْلِ بِنِيَّةِ التَّقَوِّي عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَالنَّوْمِ لِلِاسْتِرَاحَةِ لِيَقُومَ إِلَى الْعِبَادَةِ نَشِيطًا، وَالِاسْتِمْتَاعِ بِزَوْجَتِهِ وَجَارِيَتِهِ لِيَكُفَّ نَفْسَهُ وَبَصَرَهُ وَنَحْوِهِمَا عن الحرام وليقضي حقها وليحصل وَلَدًا صَالِحًا، وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Seperti halnya makan dengan niat untuk menguatkan diri dalam ketaatan kepada Allah Ta‘ala, tidur untuk beristirahat agar bangun dalam keadaan bugar untuk beribadah, dan bersenang-senang dengan istri atau budaknya agar dapat menahan diri dan pandangannya dari yang haram, menunaikan hak istrinya, serta memperoleh anak yang shalih. Inilah makna sabda Nabi ﷺ:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Pada kemaluan salah seorang di antara kalian terdapat sedekah.”
Lihatlah… betapa luas rahmat Allah. Tidak perlu menjadi pendakwah terkenal untuk mengumpulkan pahala. Cukup jadi suami yang setia, atau istri yang tulus, itu pun bisa membawamu ke surga.
Asalkan… niatnya benar. Ikhlas. Untuk Allah.
Maka wahai perempuan, jika kau menikah karena ingin menjaga kehormatanmu, menutup pintu-pintu dosa, berharap anak-anakmu menjadi penyejuk mata; maka sesungguhnya kau sedang menjalani ibadah yang besar.
Dan saat memilih pasangan hidup, jangan hanya lihat senyum dan gaya bicara. Dengarkan baik-baik wasiat Rasulullah ﷺ:
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Jika datang kepadamu lelaki yang baik akhlaknya dan agamanya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” (HR. At-Tirmidzi)
Karena rumah tangga bukan soal tampan atau mapan. Tapi soal siapa yang akan memimpinmu menuju surga. Siapa yang tetap menggenggam tanganmu meski dunia runtuh di depan mata.
Pernikahan bukan tempat untuk pelarian. Tapi tempat pulang. Dan hanya jiwa-jiwa yang meniatkannya sebagai ibadah yang akan bertahan.
Karena cinta yang lahir dari iman… ia tak lekang oleh waktu.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com