Setelah menginap di Quba selama empat belas malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju kota Madinah. Tepatnya di pagi hari Jumat dibersamai oleh shahabat mulia, Abu Bakr As-Shiddiq dan dikawal oleh sekitar seratus orang dari suku Bani Najjar. Siang itu penduduk Madinah di pinggiran kota hiruk pikuk menanti kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Rasul yang mulia, yang akan membawa keberkahan bagi mereka.
Di perjalanan, waktu shalat Jumat tiba, beliau pun mendirikan shalat Jumat bersama para shahabat. Selepas shalat, beliau masuk kota Madinah dan disambut dengan suka cita oleh penduduknya. Gemuruh tahmid dan pujian bagi Allah membahana memenuhi angkasa. Setiap orang yang dilewatinya menyambut dan mengambil tali kekang untanya sambil menawarkan kediamannya untuk dijadikan tempat tinggalnya, namun beliau hanya berkata, “Biarkan dia berjalan sendiri, karena dia diperintah oleh Allah.”
Unta beliau terus berjalan sampai berhenti di atas tanah milik dua ang anak yatim, di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari. Akhirnya beliau memutuskan untuk tinggal sementara waktu di rumah itu.
Kurang lebih dua pekan sejak datangannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mulai membangun masjid dengan membeli tanah milik anak yatim tersebut. Dibantu oleh para shahabat, beliau menyelesaikan pembangunan masjid ini dalam waktu dua belas hari.
Masjid yang sangat sederhana bertiangkan batang pohon kurma dan beratapkan daun dan pelepah kurma. Rampungnya pembangunan masjid Nabawi membuat para shahabat sangat riang gembira, angan-angan mereka untuk berkumpul menjalankan ibadah kepada Allah bersama sang Nabi telah terwujud. Meski tak mewah, wibawa masjid Nabawi senantiasa terpancar bersama pancaran keimanan.
Bagaimana tidak?
Masjid ini menjadi pusat kegiatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya mengajar dan mendidikan wahyu. Di masjid ini beliau mengatur pemerintahan. Di sini pula pengadilan kasus yang terjadi diantara para shahabat dilakukan. Tempat untuk berlatih perang, sebagai titik start pengiriman pasukan perang, bahkan menjadi tempat tinggal bagi sebagian shahabat yang fakir dan tidak memiliki tempat tinggal, mereka dikenal dengan ahlush shuff. Demikianlah fungsi masjid di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para Khulafa Ar-rasyidin.
Referensi:
- Ketika Tanah Suci Berbicara (1435H). Indonesian Community Care Center. Penerbit Maktabah An-Nashim: Riyadh – Saudi Arabia.
Editor : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com