Ada orang dari bani Mudlaj yang melihat kelebat rombongan Nabi dari kejauhan dan menceritakannya kepada Suraqah dan teman-temannya. Tidak berfikir panjang, Suraqah segera bersiap mengejar Nabi setelah sebelumnya meminta kepada teman-temannya untuk merahasiakan hal ini. Ketika jarak semakin dekat ia mengundi antara jadil membunuh Nabi atau tidak, undian yang keluar adalah tidak, namun ia tetap maju.
Saat itu Abu Bakar menangis, “Apa yang membuatmu menangis?” tanya Nabi
“Sungguh, aku tidak khawatirkan diriku, tetapi takut jika ia benar-benar membunuhmu” jawabnya sambil sesekali menoleh ke belakang.
Nabi pun berdoa dan tiba-tiba kaki kuda Suraqah terperosok hingga ia terjatuh.. Terlihat ada asap dari langit di tempat kaki kuda itu. Setelah berhasil bangkit ia mengundi kembali panahnya dan keluar ‘tidak. Demi melihat keajaiban ini ia berteriak meminta jaminan keamanan.
Setelah beberapa hari dalam perjalanan yang menegangkan akhirnya sampailah rombongan di Quba, pinggiran Madinah. Nabi memilih untuk singgah di tempat ini untuk mengungkapkan kata perpisahan kepada Mekkah yang sangat beliau cintai, selain untuk beristirahat melepas kepenatan. Setelah 14 hari dan disela-sela itu beliau membangun masjid untuk pertama kalinya, beliau menuju jantung kota Madinah dan disambut dengan luar biasa oleh penduduknya.
Nilai Pengorbanan
Profil orang-orang luar biasa yang mengajarkan kepada kita arti sebuah pengorbanan. Nyawa terasa tidak bernilai lagi di hadapan janji Allah yang mereka yakini, harta pun sangat mudah mereka lepaskan jika itu untuk sang Nabi
Pengorbanan adalah sikap yang muncul dari sebuah keyakinan. Keyakinan bahwa hidup ini bukan untuk kenikmatan sesaat di dunia, tetapi ada kehidupan lain yang abadi tempat ia memetik balasan dari perbuatan yang ia tanam selama hidupnya. Kehidupan ini tidak untuk memenuhi nafsu syahwat ego pribadi, namun untuk memberi manfaat sebesar- besarnya bagi umat manusia. Kehidupan adalah pengabdian kepada Dzat Sang Pencipta yang seharusnya dijalani searah dengan alur aturanNya Semakin kuat keyakinan yang demikian ini, maka akan semakin kuat pula pengorbanan yang akan dipersembahkannya, karena ia yakin bahwa apa yang dilakukannya tidak akan sia-sia
Jiwa pengorbanan ini selayaknya kita teladani dan kita tumbuh kembangkan dalam pribadi kita, dalam kehidupan kita. Karakter ini tidak akan hadir begitu saja, diri kita harus dididik dan dibiasakan dengan keyakinan yang mendalam tentang Allah dan kehidupan akhirat. Selanjutnya kita belajar berkorban untuk orang lain, baik dengan harta maupun tenaga. Mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri, memberikan hak kita kepada saudara meski kita juga membutuhkannya, rela lelah untuk kebahagiaan orang lain, atau cara-cara lainnya.
Allah menceritakan perihal kaum Anshar dalam firmanNya,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum [kedatangan] mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan merek (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang mereka berikan. Mereka mengutamakan Jorang-orang Muhajirin) atas diri merek sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al Hasyr: 9)
Spirit Hijrah
Perjalanan hijrah Nabi dan para sahabatnya benar-benar menunjukkan semangat yang tak tertandingi. Demi mempertahankan keimanan, mereka rela meninggalkan kampung halaman yang sudah sekian lama mereka tinggali Meninggalkan kemapanan ekonomi meski belum memiliki gambaran kerja di tempat baru nanti. Meninggalkan sanak saudara dan handai taulan kendati keterasingan telah menanti. Semua mereka jalani dengan sepenuh hati tanpa rasa terpaksa dan penyesalan, karena manisnya keimanan dan ketaatan telah merasuk kuat ke dalam hati.
Hijrah memang identik dengan meninggalkan negara kafir menuju negara Islam untuk meyelamatkan aqidah dan menghindari penyiksaan. Namun ada pula hijrah maknawiyah yang juga membawa spirit yang sama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda yang artinya: “Orang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari kejahatan lidah dan tangannya, sedang orang muhajir yang berhijrah] adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari).
Dengan segala hikmahNya Allah telah menetapkan larangan-larangan bagi manusia. Selain untuk menguji keimanannya, larangan ini diberlakukan. karena mengandung hal-hal yang pasti mendatangkan kerusakan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Hanya saja syetan dan hawa nafsu yang selalu menghiasi larangan ini dan menggoda manusia untuk melakukannya: Spirit hijrah demi cinta Allah dan RasulNya semestinya kita bawa pada ranah ini. Seperti halnya hijrah hakiki, hijrah meninggalkan kemaksiatan memerlukan keyakinan. tekad kuat, dan keberanian. Keyakinan bahwa Allah akan membalas kita dengan surgaNya yang kekal di akhirat nanti, tekad kuat untuk menghindari kemaksiatan dan menggantinya dengan ketaatan, serta keberanian untuk melawan hawa nafsu dan syetan dari bangsa jin maupun manusia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- berjanji, “Sungguh, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali pasti Allah akan menggantinya untukmu dengan yang lebih baik.” [HR. Ahmad, shahih].
Kiranya perjalanan ke tanah suci kali ini harus membawa warna perubahan tersendiri pada diri kita. Kebiasaan- kebiasaan buruk yang sebelumnya masih kita lakukan, di tanah suci ini kita tekadkan untuk kita hentikan. Ya, di jalanan hijrah Nabi dan para shahabatnya ini kita pun berhijrah, hijrah dari apa-apa yang membuat Allah murka.
Referensi:
Ketika Tanah Suci Berbicara (1435H). Indonesian Community Care Center. Penerbit Maktabah An-Nashim: Riyadh – Saudi Arabia.
Editor : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com