Dunia ini hina.
Iya benar…
Lebih hina dari bangkai anak kambing, lebih murah dari sehelai sayap nyamuk.
Iya benar…
Tapi dimana letak hinanya dunia ini? Apakah di gunung-gunung yang gagah dan lautan yang luas? Ataukah di pepohonan dan tumbuhannya yang hijau segar itu? Ataukah di bintang-bintangnya yang berkedip-kedip malu setiap malam hari itu? Ataukan di sungai-sungainya yang segar nan indah? Atau ada di tanah yang kita pijak, yang menyimpan banyak rizki untuk manusia?
Di sebuah siang, kulihat sebuah kitab terletak di atas meja di rumah kami. Buku itu berjudul “hayatus salaf bainal qoul wal ‘amal” (Kehidupan Ulama Salaf antara Perkataan dan Perbuatan), buah karya indah dari Syaikh Ahmad bin Nashir At-Thoyyar -semoga Allah selalu menjaga dan memberkahi beliau-. Lembar demi lembar kubuka. Tetiba ada satu judul yang membuatku tertarik membaca. Yaitu bab tentang zuhud. Kubaca baris demi baris mutiara kalam para ulama salaf tentang zuhud dan dunia. Sampai aku dibuat tertegun dengan sebuah nasehat di catatan kaki, nasehat indah dari Imam Ibnu Rajab -rahimahullah- yang dinukil penulis untuk menjelaskan tentang zuhud. Mari kita simak seksama dan bairkanlah Imam Ibnu Rajab berbicara..
واعلم أن الذم الوارد في الكتاب والسنة للدنيا ليس راجعًا إلى زمانها الذي هو الليل والنهار المتعاقبان إلى يوم القيامة فإن الله تعالى جعلهما خلفه لمن أراد أن
يذكر أو أراد شكورا.
وليس الذم راجعًا إلى مكان الدنيا الذي هو الأرض التي جعلها الله لبني آدم مهادا ومسكنا ولا إلى ما أودع الله فيها من الجبال والبحار والأنهار والمعادن ولا
إلى ما أنبته فيها من الزرع والشجر ولا إلى ما بث فيها من الحيوانات وغير ذلك فإن ذلك كله من نعمة الله على عباده بما لهم فيه من المنافع ولهم به من
الاعتبار والاستدلال عل وحدانية صانعه وقدرته وعظمته وإنما الذم راجع إلى أفعال بني آدم الواقعة في الدنيا لأن غالبها واقع على غير الوجه الذي تحمد عاقبته
بل يقع على ما تضر عاقبته أو لا ينفع كما قال عز وجل {اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأَمْوَالِ وَالأَوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ
أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا}
“Ketahuilah bahwa hinaan terhadap dunia yang ada di dalam Al-Quran dan Hadis bukanlah maksudnya waktunya yang siang dan malam berputar silih berganti hingga hari kiamat. Kalau soal waktu, Allah telah menjadikannya sebagai kesempatan bagi hamba-hamba yang ingin berdzikir dan bersyukur kepadaNya.
Bukan pula maksudnya hinaan untuk tanahnya bumi ini, yang Allah telah jadikan sebagai tempat tinggal manusia.
Bukan pula maksdunya hinaan kepada gunung-gunung, lautan, sungai-sungai dan tambang-tambang di perut bumi.
Bukan pula menghina tetumbuhan di ladang-ladang dan pepohonan.
Bukan pula hewan-hewannya atau yang lainnya…
Semua itu adalah nikmat Allah yang Allah sediakan untuk hamba-hambaNya, agar mereka mendapatkan manfaatnya dan menjadi ayat atayu tanda untuk mengenali keesaan, kekuatan dan keangungan Tuhannya.
Ketahuilah sesungguhnya hinaan kepada dunia itu KEMBALI pada perbuatan-perbuatan manusia yang terjadi dunia ini. Karena kebanyakan mereka berbuat yang berakibat tidak baik, bahkan melakukan perbuatan yang membahayakan diri, atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali (yaitu maksiat/dosa, pent). Sebagaimana Allah ‘azza wajalla firmankan,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌوَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-hadid: 20) (Jami’ Al-Ulum Wal Hikam: 392-393)
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com