Bismillah…
Di dalam surat Al-Baqarah ayat 238, Allah ta’ala berfirman,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Jagalah seluruh shalat kalian, dan jagalah shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah dalam shalat kalian dengan khusyu’.”
Di dalam ayat ini, Allah memerintahka hambaNya untuk menjaga seluruh shalat, lalu Allah mengulang perintah “menjaga” sebuah shalat, yaitu shalat Al-Wustha. Adanya pengulangan ini menunjukkan bahwa shalat al wustha adalah shalat yang istimewa, yang mesti menjadi perhatian lebih, karena shalat al wustha sendiri sudah termasuk di dalam perintah sebelumnya, yaitu menjaga seluruh shalat. Namun Allah mengkhususkan peintah menjaga shalat al wustha, untuk dipahami oleh setiap muslim, bahwa shalat al wustha adalah shalat yang istimewa. Abu Ishaq asy-Syirazi -rahimahullah- menerangkan ayat ini,
وأوكد الصلوات في المحافظة عليها الصلاة الوسطى ; لأن الله تعالى خصها بالذكر فقال تعالى { والصلاة الوسطى }
“Yang paling ditekankan dalam menjaga sholat adalah sholat al wustha, karena Allah Ta’ala menyebutkannya secara khusus dan berfirman, {dan jagalah sholat al wustha}.” (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazdzab 3/63)
Lalu oleh Imam an Nawawi -rahimahullah- ditegaskan kembali,
اتفق العلماء على أن الصلاة الوسطى آكد الصلوات الخمس
Shalat apakah yang dimaksud shalat al wustha?
Ada sejumlah penafsiran para ulama tentang shalat yang dimaksud sebagai shalat al wustha:
Pertama, shalat subuh.
Pendapat ini dipegang oleh Imam Syafi’i, Imam Malik, yang bersumber dari shabat Umar, Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar dan sahabat Jabir bin Abdillah -radhiyallahu’anhum-. Dari kalangan tabi’in yang memegang pendapat ini adalah ‘Atho’, Ikrimah, Mujahid dan Rabi’ bin Anas -rahimahumullah-.
Pendapat kedua, shalat Ashar.
Yang meyakini pendapat ini adalah mazhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, Dawud az-Dzahiri dan Ibnul Mundzir. Pendapat ini bersumber dari sahabar Ali, Abdullah bin Mas’ud, Abu Hurairah -radhiyallahu’anhum-. Demikian pula dipegang oleh an-Nakho’i, Hasan al-Bashri, Qatadag, ad-Dhohhak, al-Kalbi dan Muqotil. Menurut versi penukilan dari Imam Ibnul Mundzir, pendapat ini juga bersumber dari sahabat Abu Ayub al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudriyyi, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhum-. Lalu Imam Tirmidzi menyimpulkan bahwa pendapat ini dipegang oleh mayoritas ulama (jumhur).
Pendapat ketiga, shalat dhuhur.
Kesimpulan ini diyakini oleh Abu Hanifah berdasarkan salahsatu riwayat dari beliau, al-Wahidi menukil bahwa pendapat ini bersumber kepada sahabat Zaid bin Tsabit, Abu Sa’id al-Khudriyyi, Usamah bin Zaid dan ‘Aisyah -radhiyallahu’anhum-.
Pendapat keempat, shalat isya’
Sebagaimana dipaparkan oleh al-Wahidi.
Pendapat kelima, salahsatu shalat lima waktu yang disembuyikan.
Pendapat keenam, shalat jumat.
Pendapat ketujuh, seluruh shalat lima waktu.
Itulah pendapat-pendapat ulama tentang makna shalat al wustha.
Adapun pendapat yang paling tepat -wallahua’lam- adalah pendapat yang disebut Imam Tirmidzi sebagai pendapat jumhur ulama, yaitu maksud dari shalat al wustha adalah shalat ashar. Imam Nawawi -rahimahullah- menerangkan,