Bismillah…
Lafad istiqomah disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak sepuluh kali dalam bentuk kata kerja (fi’il). Salah satunya adalah dalam firman Allah:
“فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ”
“Maka tetaplah teguh seperti yang diperintahkan.” (Hud: 112)
Ayat ini berbicara tentang perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-, agar beliau dan umatnya tetap teguh pada jalan yang benar sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Dalam konteks ini, “istiqomah” bermakna keteguhan dalam berpegang pada wahyu dan ajaran Allah meskipun ada tantangan.
Selanjutnya, kata istiqomah di dalam Al-Quran juga digunakan untuk menggambarkan “ash-shirath” (jalan yang lurus), yaitu jalan yang benar; sesuai dengan petunjuk dari Allah. Dalam Al-Qur’an, kata ini muncul dalam 35 ayat, diantaranya ayat berikut:
“وَيَهْدِيكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا”
“Dia menunjukkan kamu ke jalan yang lurus.” (Al-Fath: 2)
Ayat ini mengungkapkan bahwa Allah memberikan petunjuk kepada hambaNya menuju jalan yang benar, yaitu jalan yang membawa mereka kepada keridhaan Allah. Kata “mustaqim” (مستقيم) di sini berarti jalan yang lurus jalan yang bersih, jalan yang penuh dengan prinsip-prinsip kebenaran yang kokoh, yang memberi ketenangan bagi hati. Jalan itu bukanlah jalan yang mudah untuk diikuti, tetapi jalan yang membawa kita pada kedamaian yang sejati, pada keridhaan Tuhan yang tak terhingga, yang membuat kita teguh dan mantap dalam setiap langkah yang kita ambil. Sebuah jalan hidup yang menuntun kita menuju cahaya yang tak pernah padam.
Selain itu, kata “istiqomah” juga digunakan untuk menggambarkan “al-qistas” (timbangan yang adil), yang artinya keadilan atau timbangan yang tepat dan tidak berat sebelah. Hal ini ditemukan dalam dua ayat, salah satunya adalah:
“وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ”
“Timbanglah dengan timbangan yang adil.” (Al-Isra: 35)
Ayat ini seakan berbicara dengan lembut namun penuh ketegasan, mengingatkan umat Islam untuk senantiasa berlaku adil, dalam setiap tindakan, dalam setiap keputusan. “Qistas” (قسط) di sini adalah wujud dari keadilan yang sempurna, keadilan yang tidak berpihak, seimbang, lurus, dan objektif. Ia adalah ukuran yang menuntut kita untuk memberikan hak kepada setiap orang sesuai dengan kedudukan dan hak mereka, tanpa ada yang terabaikan atau disalahartikan. Bukan sekadar keadilan dalam hal materi, tetapi keadilan dalam semua dimensi kehidupan, yang memandang setiap jiwa dengan pandangan yang jernih, tanpa prasangka dan tanpa bias.
Dan uniknya, kata ‘istiqomah’ di dalam Al-Quran tidak pernah disebutkan dalam bentuk kata benda (isim) istiqamah (استقامة).
Mengapa demikian?
Berikut ini penjelasan para ulama:
Di saat Al-Qur’an menggunakan kata kerja dalam menyebutkan lafad istiqomah; seperti “Istiqim” atau “Fastaqim”, ini menunjukkan mengajak orang beriman untuk terus berusaha, terus beramal dan tidak berhenti. Kata kerja ini menggambarkan sebuah tindakan yang berkelanjutan, yang mengharuskan seorang Muslim untuk tetap konsisten dan berjalan di jalan yang benar sepanjang perjalanan imannya. Sehingga istiqomah bukan hanya tentang mencapai suatu kondisi yang tetap atau berhenti di titik tertentu. Namun istiqomah menekankan pada tindakan yang terus-menerus, sebuah ajakan untuk selalu bergerak di dalam kebaikan. Sementara itu, jika menggunakan kata benda (isim), bisa saja dipahami sebagai sebuah kondisi yang tetap, yang mungkin membuat orang menganggapnya sebagai tujuan akhir yang statis.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh sahabat Umar bin Khattab -radhiyallahu’anhu- :
الاستقامة أن تستقيم على الأمر والنهي ، ولا تروغ روغان الثعلب
“Istiqamah itu kamu tetap teguh pada perintah dan larangan Allah, dan tidak menyimpang seperti kelicikan srigala.” (Dukutip dari Tafsir Al-Baghawi).
Sahabat Umar bin Khattab memahami bahwa istiqomah adalah tentang bekerja, beramal, melalukan perintah Allah dan berjuang meninggalkan larangan-larangan Allah. Ini semua merujuk kepada perbuatan.
Imam Al-Baghawi -rahimahullah- di dalam kitab tafsirnya menguatkan penjelasan di atas:
قوله عز وجل : ( فاستقم كما أمرت ) أي : استقم على دين ربك ، والعمل به ، والدعاء إليه كما أمرت
“Firman Allah ‘azza wa jalla, “tetaplah teguh seperti yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu” maknanya tetaplah teguh pada agama Tuhanmu, dan amalkanlah ajaran-Nya, serta berdoalah kepada-Nya sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu.” (Tafsir Al-Baghawi).
Di dalam penjelasan di atas, Imam Al-Baghawi -rahimahullah- memaknai istiqomah sebagai sebuah tindakan melakukan kebaikan dengan mengamalkan agama Allah. Bukan sebuah keadaan yang statis yang hanya sebagai gelar kemuidan tidak ada perjuangan untuk beramal.
Syaiakh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di -rahimahullah- juga menerangkan:
أن يستقيموا كما أمروا، فيسلكوا ما شرعه الله من الشرائع، ويعتقدوا ما أخبر الله به من العقائد الصحيحة، ولا يزيغوا عن ذلك يمنة ولا يسرة، ويدوموا على ذلك، ولا يطغوا بأن يتجاوزوا ما حده الله لهم من الاستقامة
“Mereka tetap teguh seperti yang diperintahkan, mengikuti apa yang telah Allah tetapkan dalam syariat-Nya, meyakini apa yang diberitakan oleh Allah berupa akidah yang benar, dan tidak menyimpang dari semua itu, baik ke kanan maupun ke kiri. Mereka terus menerus dalam keadaan tersebut, dan tidak berlaku sombong dengan melampaui batas yang telah Allah tentukan dalam istiqamah.” (Tafsir As-Sa’di)
Syaikh As-Sa’di -rahimahullah- menerangkan bahwa istiqamah bukanlah hanya sebuah keadaan yang statis atau titik akhir yang dicapai oleh seorang hamba, kemudian berhenti berjuang. Istiqamah lebih dari itu; ia merupakan proses beramal yang berkelanjutan, yang melibatkan usaha terus-menerus dalam menjalani kehidupan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com