Bismillah…
Kekerasan yang dialami sejak kecil bisa meninggalkan luka mendalam, hingga seingkali menimbulkan trauma yang membekas hingga dewasa. Banyak dari mereka yang takut untuk menikah, karena trauma masa lalu yang belum terselesaikan.a Bnyak juga yang ragu menikah karena trauma dengan nasib-nasib kurang beruntung orang-orang yang di sekitarnya dalam pernikahan, atau artis-artis yang selalu ia ikuti setiap kabarnya.
Bagi mengalami trauma sehingga ragu untuk menikah, maka ini solusinya:
Pertama, menikah itu ibadah besar pahalanya, separuh agama, sehingga segala prasangka yang membuat anda lambat atau takut menikah, adalah perilaku yang kontra dengan ibadah, itu perilaku yang tidak baik bahkan bisa sebagai dosa.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)
Kata para ulama, menikah disebut penyempurna separuh agama, karena dengan menikah satu dari dua celah perusak agama seseorang akan tertutup dengan izin Allah, yaitu pintu syahwat. Tinggal ia bertakwa kepada Allah dalam berjuang meraih separuh sisanya, yaitu menjaga diri dari masuk ke dalam pintu syubhat.
Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”
Untuk meyakinkan kembali, bahwa segala prasangka, trauma, takut, khawatir yang membuat anda ragu menikah adalah perilaku dengan ibadah, mari kita hayati hadis ini:
Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (orang yang ia goda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblispun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat engkau”. (HR. Muslim)
Ternyata target utama Iblis dalam upayanya menggoda manusia, adalah memisahkan suami istri yang telah direkatkan oleh akad suci pernikahan. Itulah Iblis, selalu benci dengan pernikahan. Karena pernikahan itu ibadah yang besar pahalanya.
Kedua, buat apa khawatir ini dan itu kalau menikah, bukankah takdir setiap orang itu berbeda-beda?!
Ada orang yang melakukan sebab dan ikhtiar yang sama, ternyata masing-masing mendapatkan hasil dan nasib yang berbeda. Kata banyak orang, cara mencari rizki itu bisa ditiru siapa saja, akan tetapi rizki, tidak akan bisa ditiru.
Cobalah membangun pikiran yang positif, itulah yang akan menjadi nasibmu. Karena Allah ta’ala befirman di dalam hadis Qudsi:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“PerilakuKu kepada hambaKu, sesuai prasangkanya kepadaKu.” (HR. Muslim)
Syaikh Abdulaziz bin Baz -rahimahullah- menerangkan makna hadis ini:
وهذا فيه الحث على حسن الظن بالله، أنا عند ظن عبدي بي، فينبغي للمؤمن أن يحسن ظنه بالله ويجتهد في العمل الصالح؛ لأن من ساء عمله ساء ظنه وطريق إحسان الظن أن يحسن العمل وأن يجتهد في طاعة الله ورسوله حتى يكون حسن الظن بالله، لأنه وعد المحسنين بالخير العظيم والعاقبة الحميدة، ومن ساءت أفعاله ساءت ظنونه
“Ini mengandung anjuran untuk berbaik sangka kepada Allah. ‘Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku,’ maka seharusnya seorang mukmin berbaik sangka kepada Allah dan berusaha keras dalam amal shaleh, karena barangsiapa yang buruk amalnya, buruk pula prasangkanya. Jalan untuk berbaik sangka adalah dengan memperbaiki amal dan bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga seseorang dapat berbaik sangka kepada Allah. Sebab, Allah telah menjanjikan kebaikan yang besar dan akhir yang baik bagi orang-orang yang berbuat baik. Sebaliknya, siapa yang buruk perbuatannya, buruk pula prasangkanya.” (binbaz.org.sa)
Ketiga, overthinking kpd masa depan, sampai terlalu mengkhawatirkan itu dosa teman-teman.
وَطَآئِفَةٞ قَدۡ أَهَمَّتۡهُمۡ أَنفُسُهُمۡ يَظُنُّونَ بِٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ ظَنَّ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِۖ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ ٱلۡأَمۡرِ مِن شَيۡءٖۗ قُلۡ إِنَّ ٱلۡأَمۡرَ كُلَّهُۥ لِلَّهِۗ
Sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; *mereka berprasangka tidak baik kepada Allah, seperti sangkaannya kaum jahiliyah.**Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di Tangan Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 154)
Tuh perhatikan, Allah sebut itu sebagai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Karena siapa yang seperti itu cara berpikirnya, pasti tawakkalnya, imannya, kepercayanya kepada takdir Alllah, lemah. Kepercayaannya kepada kesempurnaan ilmu Allah dan kuasa Allah, juga lemah.
Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu- pernah mengatakan,
وإنَّ اللهَ بِقِسْطِهِ وَعَدْلِهِ جَعَلَ الرَّوْحَ والفَرَحَ في الرضا واليقينِ وجعل الهمَّ والحزنَ في السخَطِ
“Sesungguhnya Allah dengan keadilannya, menjadikan lapangnya hidup dan bahagia ada pada ridho dan yakin kepada takdir Allah. Dan Dia menjadikan cemas dan sedih itu ada pada ketidak senangan kepada takdir Allah.” (Diriwayatkan oleh Tabrani no. 10514 (10/266), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (4/121) dan Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman (208) – dorar.net)
Trauma bukan akhir, tapi awal dari proses anda berjuang untuk sembuh, menjadi insan yang lebih kuat. Dengan iman dan usaha, pernikahan yang penuh berkah tetap bisa diraih.
Pernikahan adalah ibadah. Ayo bangkit….
Ditulis menjelang tidur di malam Ahad, Jogja, 12/10/2024
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com