Suatu hal yang sering menghantui ketenangan seorang adalah, mengkhawatirkan masa depan. Tentang apa nanti yang akan terjadi di balik pergantian siang dan malam. Rasa cemas yang terus menghantui aktivitasnya, saat bekerja, saat belajar, saat berbincang dengan keluarga dan teman – temannya, pikirannya terarah kepada masa depan yang dia khawatirkan, padahal ia belum tahu apa yang sebenarnya akan terjadi padanya.
Ironinya lagi, prasangkanya kepada masa depan, sealu saja mengarah pada kemungkinan – kemungkinan yang buruk. Padahal ada kemungkinan yang baik. Mengapa itu tidak ia pilih sebagai prasangkanya?! Lalu itu akan menjadi energi yang mendatangkan sikap optimis dan kebahagiaan?!
Yang dia pikirkan justru yang buruk – buruk.
Bagaimana nanti anak – anak, rizkinya darimana, mau makan apa besuk?
Gimana sekolah anak – anak?
Bayar SPP, uang gedung dll dari mana?
Kekhawatirannya pada masa depan, bisa saja sampai menyibukkan dia dari mendidik dan mengurusi anak yang ada di hadapan dia saat ini.
Bahkan ada orang yang sampai sudah memikirkan putrinya bagaimana nanti kalau dicerai suaminya. Padahal putrinya menikah saja belum.
Laa haulaa walaa quwwata illa billah…
Dia pikirkan nanti bagaimana kalau di masa tua aku sakit, tak bisa bekerja, tak bisa apa – apa.
Dia pikirkan nanti bagaimana kalau orangtuaku, istriku, suamiku, Adik kakakku keluargaku telah meninggal dunia. Aku akan hidup sebatang kara.
Ada yang melupakan pengabdian dan bakti yang baik dari anak – anaknya, karena pikirannya sudah penuh dengan rasa khawatir, bagaimana nanti kalau anak – anak durhaka kepadanya. Sehingga tak menikmati baktinya anak – anak kepadanya hari ini.
Sadarilah saudaraku, pahamilah baik – baik pesan ini, kami sampaikan pesan ini karena kami cinta kepada Anda karena Allah.
- Pikiran – pikiran seperti itu adalah tanda lemahnya iman. Pikiran seperti itu adalah perilaku su-uzon kepada Allah!
- Allah menyebut mengkhawatirkan masa depan adalah prasangkanya orang – orang jahiliyyah.
Allah berfirman :
وَطَآئِفَةٞ قَدۡ أَهَمَّتۡهُمۡ أَنفُسُهُمۡ يَظُنُّونَ بِٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ ظَنَّ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِۖ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ ٱلۡأَمۡرِ مِن شَيۡءٖۗ قُلۡ إِنَّ ٱلۡأَمۡرَ كُلَّهُۥ لِلَّهِۗ
Sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; *mereka berprasangka tidak baik kepada Allah, seperti sangkaannya kaum jahiliyah.**Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di Tangan Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 154)
Segala urusan di tangan Allah! Itu sudah cukup. Pegang baik-baik kalimat suci ini. Serahkan masa depan Anda kepada Allah.
Ternyata mencemaskan masa depan, memikirkan tentang kemungkinan buruk yang akan menimpanya di masa depan, itu menyebabkan dia bersu-udzon (berprasangka buruk) kepada Allah. Di samping itu juga tasyabbuh dengan perilaku kaum Jahiliyyah. Karena siapa yang seperti itu cara berpikirnya, pasti tawakkalnya, imannya, kepercayanya kepada takdir Alllah, lemah. Kepercayaannya kepada kesempurnaan ilmu Allah dan kuasa Allah, juga lemah.
Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu- pernah mengatakan,
وإنَّ اللهَ بِقِسْطِهِ وَعَدْلِهِ جَعَلَ الرَّوْحَ والفَرَحَ في الرضا واليقينِ وجعل الهمَّ والحزنَ في السخَطِ
“Sesungguhnya Allah dengan keadilannya, menjadikan lapangnya hidup dan bahagia ada pada ridho dan yakin kepada takdir Allah. Dan Dia menjadikan cemas dan sedih itu ada pada ketidak senangan kepada takdir Allah.” (HR. Tabrani no. 10514 (10/266), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (4/121) dan Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman (208) – dorar.net)
Allahuakbar!!
Bahagia dan lapangnya hidup, itu ada pada ridho dan yakin. Yaitu dengan husnuzon (berprasangka baik) kepada Allah ‘azza wa jalla. Hasil dari husnuzon kepada Allah itu, disamping perilaku itu sendiri sudah berpahala, itu menghasilkan bahagia dan ketenangan hidup. Sebaliknya orang yang su-udzon (berprasangka buruk) kepada Allah, sikap itu sendiri adalah dosa yang menyengsarakan di hari kiamat, juga ditambah menyebabkan kesedihan dan kecemasan di dunia.
- Kekhawatiran seorang pada masa depannya, tentang apa yang terjadi padanya nanti, itu termasuk perbuatan dan tipuan setan.
Tak ada maksud dari setan yang mengajak Anda berpikiran seperti itu, kecuali untuk merusak hari – hari Anda. Tak ada manfaat yang didapat dari di hari – hari Anda. Bahkan tak juga menyebabkan Anda tenang terhadap masa depan Anda.
Ada riwayat yang bersumber dari sahabat Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu-,
إن للشيطان لمة بابن آدم، وللملك لمة. فأما لمة الشيطان فإيعاد بالشر وتكذيب بالحق. وأما لمة الملك فإيعاد بالخير وتصديق بالحق
“Setan itu bisa mempengaruhi jiwa manusa, sebagaimana juga Malaikat mempengaruhi jiwa manusia. Pengaruhnya setan adalah perintah – perintahnya pada hal – hal yang buruk dan mendustakan kebenaran. Adapun pengaruhnya Malaikat adalah perintah – perintahnya untuk melakukan kebaikan dan membenarkan kebenaran.”
Maksudnya Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu- menjelaskan, bahwa setan di saat ada kesempatan menggoda manusia, dia akan mengajaknya kepada hal – hal yang buruk; diantaranya Anda akan dibuat cemas olehnya dengan pikiran – pikiran buruk, nanti kamu akan sakit, kamu akan mati, anak – anakmu akan susah, nanti akan begini dan begitu. yang akhirnya menggiring ke dosa su-uzon kepada Allah. Padahal yang tahu tentang itu semua dan semua masa depan kita, hanya Allah. Setan tidak tahu itu. Puncaknya setan menggiring dia mendustakan kebenaran. Ujung – ujungnya mendustakan takdir, bahkan membuat orang su-udzon kepada Allah.
Adapun perintahnya malaikat pada diri manusia, akan menggiringnya membenarkan kebenaran, melakukan kebaikan, sehingga membuatnya optimis menjalani hidup dan menatap masa depan. Lalu ia akan husnuzon kepada Allah ‘azza wa jalla.
Pribadi seperti inilah yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Sebagaimana diceritakan oleh sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-,
كانَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ يُعجبُهُ الفَألُ الحسَنُ، ويَكْرَهُ الطِّيرةَ
“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam itu senang dengan ucapan – ucapan yang optimis dan membenci sikap yang mempercayai kesialan.” (HR. Ibnu Majah, no. 2864. Status hadis shahih)
Setelah mengucapkan ucapan di atas, Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu- melanjutkan,
فمن وجد ذلك، فليعلم أنه من الله فيحمد الله، ومن وجد الأخرى فليتعوذ بالله من الشيطان الرجيم
“Siapa yang mendapati pengaruh baiknya Malaikat pada dirinya, maka sadarilah, itu nikmat dari Allah, bersykurlah alhamdulillah. Namun siapa yang mendapatkan selain itu, maka berlindunglah kepada Allah dari godaan setan; makhuk terkutuk.”
Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan ayat,
ٱلشَّيۡطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُكُم بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةٗ مِّنۡهُ وَفَضۡلٗاۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ
“Setan menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian melakukan perbuaan yang keji. Sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya untuk kalian. Allah Mahaluas rizkiNya, Maha Mengetahui semuanya.” (QS. Al-BAqoroh: 268)
Maka sebenarnya setanlah yang membuat orang-orang cemas dan bersedih, dialah yang menakut – nakuti orang dengan kemiskinan, sakit, kematian, membuat seorang pesimis memandang masa depan dan malas melakukan hal – hal yang baik.
Bahkan bisa sampai membuat orang berpikir bisnisnya rugi, kurang sehat, padahal untung.
Anak – anaknya nakal, tidak menyenangkan hati, padahal anak – anaknnya baik dan sholih.
Lihatlah bagaimana setan membuat orang itu tidak bersyukur.
Menyibukkan pikiran dengan hal – hal seperti ini, hanya menghabiskan tenaga lahir dan batin, untuk hal tak ada manfaat sedikitpun.
Namun, jangan sampai ada salah paham, tak ada pertentangan antara sikap optimis menatap masa depan dengan sikap tawakkal. Karena kandungan dari tawakkal itu adalah bekerja dan mengupayakan sebab untuk menggapai apa yang diharapkan.
Tapi, bekerja mendatangkan sebab ini bisa menjadi petaka besar, di saat seorang menjadikan hal – hal yang harom sebagai ikhtiyarnya. Bahkan ada sebagian orang hanya untuk investasi masa depan atau mengobati kekhawatirannya kepada masa depan, dia nekat menghalalkan segala cara, tak peduli haram halalnya. Yang penting dia dapat uang banyak atau untung sebanyak – banyaknya hari ini, dengan alasan untuk tabungan di masa depan. Makanya sampai ada yang mencuri, zolim kepada harta orang lain, korupsi, menipu dll.
Betapa banyak orang yang berani meninggalkan atau melalaikan kewajiabn dia kepad Tuhan, hanya untuk kepentingan menabung untuk masa depan. Dia tinggalkan sholat, tidak bayar zakat, menunda naik haji atau umrah padahal mampu, enggan membantu orang yang butuh atau enggan bersedekah, karena alasan, uangku untuk masa depan anak – anak nanti, untuk masa tua nanti, untuk mengobati kekhawatiranku pada masa depan terhadap kemungkinan – kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi padaku nanti.
Harapan dia dari tabungan masa depan adalah, mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Namun yang didapat sebenarnya saat itu dan di masa depan, ia akan terus berada dalam kecemasan dan kesedihan pada masa depan berikutnya.
Sungguh sikap seperti ini tidak logis dan tidak muncul dari akal yang hikmah.
__
Daftar Pustaka :
- الخوف من المستقبل والتفكير في تأمينه. Prof. Dr. Abdussalam bin Muhammad As-syuwai’ir. Cahnnel YouTube تراث الشيخ عبد السلام الشويعر. Maret 2022. 25 Oktober 2022. https://youtu.be/2ftqI8dQMgk. Dengan Parafrase dan penyempurnaan redaksi dan referensi hadis dan riwayat oleh Ahmad Anshori
- معنى حديث: إن للشيطان لمة بابن آدم. islamweb.net. 1April 2020. 26 Oktober 2022. https://www.islamweb.net/ar/fatwa/417496/
- الموسوعة الحديثية. dorar.net….. 26 Oktober 2022. https://dorar.net/hadith/sharh/111767 & https://www.dorar.net/hadith/search?
@ Suruh, Semarang, 29 Rabiul Awal 1444 H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel RemajaIslam.Com