Fikih I’tikaf #3
Pada dasarnya Ibadah I’tikaf hanya sah dilakukan di masjid. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla,
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kalian cumbui istri-istri kalian sementara kalian sedang ber-i’tikaf di masjid-masjid.” (Al Baqarah: 187).
Kriteria masjidnya adalah, tempat yang bisa disebut masjid, baik dilakukan shalat jumat atau tidak, seperti Musholla. Masjid adalah,
البقعة المخصصة للصلوات المفروضة بصفة دائمة ، والموقوفة لذلك
“Sebuah tempat yang khusus disediakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu secara berkesinambungan dan diwakafkan untuk masjid.” (fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 17864 )
Lalu berdasarkan pula pada keumuman lafad masjid yang disebutkan dalam ayat di atas. Kemudian kami kuatkan penjelasannya dengan keterangan di dalam Kitab Al-Ifshoh (1/261):
أجمعوا على أنه يصح الاعتكاف في كل مسجد إلا أحمد فإنه قال: لا يصح إلا في مسجد تقام فيه الجماعات
“Mayoritas ulama sepakat bahwa I’tikaf sah dilakukan di setiap masjid. Kecuali Ahmad beliau berpendapat, hanya sah dilakukan di masjid yang dilakukan shalat jama’ah/jumat.”
Catatan penting:
- Meskipun sah dilakukan di Mushola, melakukan I’tikaf di masjid yang dilakukan shalat jumat dan shalat jama’ah itu lebh afdol. Karena akan mengurangi terjadinya keluar masuk masjid.
- Bila seorang yang beri’tikaf di mushola berkeinginan mencari masjid yang ada shalat jama’ahnya setiap kali tiba waktu shalat, maka hendaknya dia beri’tikaf di masjid yang ada jamaahnya saja. Karena seringnya keluar masuk masjid; setidaknya 5 kali sehari, ini bertentangan dengan esensi I’tikaf yaitu menetap di sebuah masjid. Khusus shalat jumat tidak mengapa, karena tidak dianggap sering.
- Tidak sah beri’tikaf di tempat yang tidak dianggap masjid secara terus menerus atau tempat itu tidak diwakafkan untuk masjid, seperti mushola mall, mushola sekolah, mushola/ruang shalat di rumah, di sebuah ruangan atau bangunan yang pada dasarnya tidak diniatkan untuk masjid, tapi hanya dijadikan sebagai tempat shalat darurat.
I’tikaf Selain Di Tiga Masjid Suci
Apakah i’tikaf hanya sah dilakukan di tiga masjid Suci umat Islam (Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa)?
Ada dua pendapat ulama dalam hal masalah ini:
Pendapat pertama, Mayoritas Ulama (Jumhur) berpandangan I’tikaf bisa di lakukan di masjid manapun. Kesimpulan ini berdasar pada keumuman ayat,
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kalian cumbui istri-istri kalian sementara kalian sedang ber-i’tikaf di masjid-masjid.” (Al Baqarah: 187).
Pendapat kedua, I’tikaf hanya sah dilakukan di tiga masjid suci saja, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa. Sejumlah ulama yang memegang pendapat ini adalah Hudzaifah dan Sa’id bin Al-Musayyab.
Namun pendapat yang disampaikan Jumhurlah yang lebih tepat. Adapun riwayat yang diklaim bersumber dari Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- yang berbunyi,
لا اعتكاف إلا في المساجد الثلاثة
“Tidak ada I’tikaf kecuali di tiga masjid saja…”
Para ahli hadis berbeda pendapat tentang statusnya marfu’ atau mauquf ke sahabat Hudzaifan -radhiyallahu’anhu-. Namun yang tepat, pernyataan di atas statusnya mauquf bukan marfu’. Kemudian, keterangan ini menyelisihi kesimpulan yang dipegang oleh kebanyakan Sahabat, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, bahwa i’tikaf bisa dilakukan di masjid manapun berdasarkan keumuman ayat. Sahabat Hudzaifah yang menyampaikan riwayat di atas mengatakan,
فلعلهم أصابوا وأخطأت وحفظوا ونسيت
“Bisa jadi -yang berpendapat I’tikaf di semua masjid- itulah yang benar, saya yang keliru. Atau mereka lebih ingat dan bisa jadi saya yang lupa.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq no. 8016 dan Al-Fakihi no. 1334).
Bisa disimpulkan bahwa I’tikaf di seluruh masjid hukumnya sah, namun beri’tikaf di tiga masjid tersebut lebih afdhol. Sebagaimana yang berlaku pada shalat dan ibadah lainnya.
References:
Al-Jibrin, Abdullah bin Abdulaziz (1440H). Tashil Al-Fiqhi Al-Jami’ Li masail Al-Fiqhi Al-Qodimah wal Mu’ashiroh. Penerbit Dar Ibnul Jauzi: Dammam – Saudi Arabia.
Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayid (2010). Shahih Fiqhus Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih mahzahib Al-Aimmah. Penerbit Dar At-Taufiqiyyah At-Turots: Kairo – Mesir.
15 Ramadhan 1444 H, di Kampoeng Santri Wirokreten Jogja.
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com