Bismillah….
Dari ‘Aisyah, beliau berkata,
سألت رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الالتفات في الصلاة ؟
“Saya bertanya mengenai orang yang menolehkan muka ketika shalat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
“Itu adalah curian setan dalam shalat seseorang.” (HR. Bukhari)
Penjelasan Hadis:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perbuatan menoleh di dalam shalat sebagai tindakan pencurian yang dilakukan oleh setan kepada orang yang shalat. Mengapa disebut sebagai tindakan pencurian setan kepada orang yang shalat?
Karena orang yang menoleh saat shalatnya akan berkurang pahala shalatnya. Disebabkan berkurangnya kekhusyu’an. Bekurangnya pahala inilah kemudian dikinayahkan seperti orang yang kecurian barang.
Rasul bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ، وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْر صَلاَتِهِ، تُسْعُهَا ثُمُنُها، سُبْعُها سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثُلُثها، نصفُها
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengerjakan salat, namun pahala salat yang tercatat baginya hanyalah sepersepuluh (dari) salatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan seperduanya saja.” (HR. Abu Dawud)
Jenis-Jenis Menoleh Di Dalam Shalat
Ada dua jenis menoleh dalam shalat:
- Menolehnya badan.
- Menolehnya hati.
(Sumber: Ibnu ‘Utsamini dalam Syarah Mumti’ 3/70).
Menolehnya badan ada 3 macam:
- Menolehnya mata saja, tanpa kepala.
- Menolehnya kepala.
- Menolehnya kepala dan dada.
Jenis 1 dan dua hukumnya makruh. Kedua jenis ini bisa mengurangi pahala shalat. Karena kurangnya konsentrasi badan menunjukkan kurangnya konsentrasi hati dan pikiran, sehingga menyebabkan kurangnya khusyu’ dalam shalat. Kurangnya khusyu’ dalam shalat akan menyebabkan berkurangnya pahala shalat. Mengingat perbuatan ini makruh maka dibolehkan saat ada kebutuha; seperti seorang Ibu yang menoleh ke bayinya yang sedang beraktivitas untuk mengawasi. Karena demikianlah yang berlaku dalam perbuatan-perbuatan yang dihukumi makruh. Dalam fatwa Lajnah Da-imah (2/27) diterangkan,
والالتفات مكروه في الصلاة وينقص ثوابها ، لكن لا تجب الإعادة على من التفت في صلاته ؛ لأنه قد ثبت في أحاديث أخرى ما يدل على جواز الالتفات إذا دعت إليه الحاجة ، فعلم بذلك أنه لا يبطل الصلاة
“Menghadap ke arah lain dalam shalat itu makruh dan mengurangi pahalanya, tetapi tidak wajib mengulangi shalat bagi orang yang menghadap ke arah lain dalam shalatnya; karena ada ketererangan dalam hadis-hadis lain yang menunjukkan bolehnya menghadap ke arah lain jika ada kebutuhan, maka dengan ini bisa diketahui bahwa hal itu tidak membatalkan shalat.”
Dan jenis yang ketiga bisa membatalkan shalat, karena menyebabkan seorang tidak lagi menghadap Qiblat. Sementara menghadap Qiblat adalah syarat sahnya shalat berdasarkan ayat,
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ
“Dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Adapun menolehnya hati, adalah dengan buyarnya konsentrasi seorang di dalam shalat. Jika menoleh badan saja makruh apalagi menolehnya hati. Karena sebab (illah) larangan menolehkan badan tanpa kebutuhan di dalam shalat adalah untuk menjaga konsentrasi hati terhdap shalat. Biasanya terjadi oleh was-was atau lintasan pikiran yang disebabkan oleh setan atau pengaruh emosional.
Tentu menghindari hal seperti ini di dalam shalat sangatlah sulit. Sedikit orang bisa selamat dari gangguan yang seperti ini. Dan tentu ini akan menyebabkan berkurangnya pahala shalat. Karena sangat jelas mengurangi kekhusyan shalat. Pahala shalat akan berkurang sesuai berkurangnya kadar kekhusyuan seorang di dalam shalat.
Jika hanya terjadi pada sebagian kadar shalat saja, masih aman, setidaknya tetap mendapatkan pahala shalat meski tidak sempurna. Yang berbaya jika terjadi dari mulai awal sampai akhir shalat, tidak ada yang ia pikirkan kecuali masalah atau kejadian sebelum atau sesudah shalat. Orang seperti ini telah kecurian seluruh shalatnya oleh setan.
Wallahulmuwaffiq.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori (ahmadanshori.aan)
Artikel: Remajaislam.com