Bismillah..
Ada sejumlah adab yang selayaknya diperhatikan oleh setiap pembaca dan penghafal Al-Quran:
Pertama, mengikhlaskan niat karena Allah semata.
Artinya jangan sampai menjadikan bacaan quran sebagai celah untuk berbuat riya’ atau sum’ah.
Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- pernah berpesan,
من قرأ القرآن فليسأل الله به ، فإنه سيجيء أقوام يقرؤون القرآن ، يسألون به الناس
“Siapa yang membaca Al-Quran hendaknya meminta kepada Allah. Karena akan datang sekelompok orang yang membaca Al-Quran lalu ia meminta-minta kepada manusia.” (HR. Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani di dalam As-Shohihah 257)
Di dalam hadis yang lain Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
مَن قَرأ حرفاً من كتاب الله ، فله به حسنة ، والحسنة بعشر أمثالها ، لا أقولُ { آلم } حرف ، ولكن : ألفٌ حرفٌ ، ولامٌ حرف ، وميم حرف
“Siapa yang membaca satu huruf Al-Quran maka dia akan mendapatkan satu pahala, lalu satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kalilipat. Aku tidak katakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, lalu lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Muslim)
Bahkan membaca Al-Quran itu lebih utama pahalanya daripada tasbih, tahlil dan dzikir-dzikir lainnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi -rahimahullah-
واعلم أن المذهب الصحيح أن قراءة القرآن أفضل من التسبيح والتهليل وغيرهما.
“Ketahuilah bahwa pendapat yang lebih benar adalah, membaca Al-Quran lebih utama daripada tasbih, tahlil dan yang lainnya.” (At-Tibyan)
Kedua, dianjurkan membaca Al-Quran dalam keadaan suci.
Ketiga, menyentuh mushaf Al Quran dalam keadaan suci (tidak batal wudhu).
Bahkan menyentuh mushaf dalam keadaan suci hukumnya wajib berdasarkan sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- :
لا يمس القرآن إلا طاهر
“Tidak ada yang boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci.” (HR. At-Thabrani)
Keempat, membersihkan bau mulut.
Sebagaimana pernah dinasehatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu’anhu- :
إنّ أفواهكم طُرقٌ للقرآن
“Sesungguhnya mulud kalian adalah jalan-jalan keluarnya huruf-huruf Al Quran.” (HR. Ibnu Majah, dinilai Shahih oleh Al-Albani)
Kelima, membacanya dalam keadaan yang baik seperti, pakaian yang bersin sopan, bukan di tempat yang kurang terhormat dan dengan menghadap kiblat.
Keenam, tidak memutus bacaan hanya karena urusan dunia.
Ketujuh, memulai bacaan dengan beristi’azah dari godaan setan.
Karena Allah ta’ala mengatakan,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Jika kamu membaca Al Quran maka berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 191)
Hikmahnya adalah, karena setan akan datang kepada para pembaca Al-Quran mengganggu mereka agar tidak bisa memahami pesan dan makna Al-Quran. Karena para setan menyadari bahwa dengan memahami pesan dan makna Al-Quran, agama dan iman seorang pasti akan menjadi lebih baik.
Ketujuh, membacanya dengan khusyu’.
ِAllah ta’ala berfirman,
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
“Mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra’: 109)
Karena saat membaca Al-Quran kita sedang membaca pesan-pesan pencipta kita kepada kita. Anggaplah bahwa setiap panggilan kamu, itu adalah diri anda dan setiap pesan ayat yang anda baca tertuju kepada anda secara langsung. Hasan Al-Bashri mengatakan,
إنّ من كان قبلكم رأوا أن هذا القرآن رسائل إليهم من ربهم ، فكانوا يتدبرونها بالليل ، وينفذونها في النهار .
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian (para sahabat) memandang Al-Quran sebagai surat untuk mereka dari Tuhan mereka. Sehingga mereka mentadabburinya di malam hari, lalu mengamalkannya di siang hari.”
Kedelapan, membacanya dengan tadabbur.
Karena Allah ta’ala berfirman,
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Tidakkah mereka mentadabburi Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’: 82)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Tidakkah mereka mentadabburi Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Kesembilan, membacanya dengan penuh pengagungan.
Yaitu dengan cara meyakini akidah Ahlussunah tentang Al Quran, bahwa Al Quran adalah kalamullah bukan makhluk. Keyakinan ini tentu akan menimbulkan perasaan pengagungan yang luar biasa.
Kesepuluh, selalu berusaha menjaga hafalannya.
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
تعاهدوا هَذَا القُرْآنَ ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أشَدُّ تَفَلُّتاً مِنَ الإبلِ فِي عُقُلِهَا .
“Hafalkanlah (dan rutinkanlah) membaca Al-Qur’an. Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, Al-Qur’an itu lebih mudah lepas daripada unta yang lepas dari ikatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahua’lam bis showab.
Referensi:
- Al-Madinah International University (2009). Madkhol ila ‘Ulum Al-Quran.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com