Bismillah…
Konflik mertua dan menantu kerap kali terjadi di dalam bahtera rumah tangga. Jika tidak menyikapinya dengan ilmu dan kedewasaan, akan menyebabkan masalah berkepanjangan dan rumit, bahkan bisa berujung pada perceraian. Berikut ini 3 trik menghadapi mertua yang julid:
Pertama, bersabar.
Dengan bersabar, seorang akan mengadapi cobaan ini dengan tenang. Sikap ini akan berdampak menghadirkan kedewasaan, kejernihan akal dan hati dalam menghadapi masalah seirus ini. Allah ta’ala telah menegaskan bahwa interaksi antar manusia sebagai cobaan hidup.
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?! dan adalah Tuhanmu maha Melihat.” (QS. Al-Furqon: 20)
”Maukah kamu bersabar?!” adalah kalimat istifham (tanya) namun bermakna perintah, sehingga pemaknaanya adalah “bersabarlah..”
“dan adalah Tuhanmu maha Melihat” yaitu Tuhanmu maha melihat siapa yang sabar dan yang mengeluh. Maka sabarlah jangan berkeluh kesah. Karena di situasi seperti ini anda sedang berada dalam ujian Allah, dan Allah akan memberikan pahala tanpa batas kepada orang-orang yang sabar.” (Aisarut Tafasir, karya Al-Jazairi).
Ini menunjukkan bahwa Anda yang sedang diuji dengan mertua yang demikian, Anda sedang diberi kesempatan oleh Allah untuk mendapatkan pahala sabar yang amat besar.
Kedua, membangun maindset yang baik kepada mertua.
Jagan sampai terucap label-label yang negatif tentang mertua di dalam benak Anda.
“Mertua julid.. mertua cerewet.. mertua galak.. dst.”
Biarkan ini hanya sebatas bisikan setan yang anda abaikan.
Jangan sampai memperngarui pikiran anda, karena jika anda berikan perhatian, lalu label ini akan selalu terulang di dalam pikiran saat ingat, melihat atau berinteraksi dengan mertua, sehingga otak akan otomatis melabeli mertua dengan label negatif itu. Kalau sudah sampai tahap ini dan tak ada upaya untuk melawan arus, konflik mertua menantu tak akan ada akhirnya, Masalah sekecil apapun akan menjadi besar, yang seharusnya bukan masalah saja bisa dipermasalahkan, bahkan saat mertua telah berusaha berkata baik dan sopan, ada aja alasan dan celah untuk menyalahkan mertua, karena otaknya telah dibiasakan melabeli mertua dengan label yang negatif.
Tentu ini sebuah kezaliman bukan?!
Oleh karenanya salah seorang ulama salaf di generasi Tabi’in; yakni Muhammad bin Sirin pernah mengatakan,
إذا بلغك عن أخيك الشيء تنكره، فالتمس له عذرًا واحدًا إلى سبعين عذرًا، فإن أصبته، وإلا، قل: لعل له عذرًا لا أعرفه.
“Jika kamu mendapati sesuatu yang tidak menyenangkan tentang saudaramu, maka carilah satu sampai tujuh puluh alasan untuk memaafkannya.
Jika kamu bisa menemukan alasan-alasan itu, maka bersyukurlah. Namun jika tidak, katakanlah, “Mungkin dia punya alasan yang tidak aku ketahui.” (Sumber: Syu’abul Iman)
Diantara cara mencari alasan untuk tidak berprasangka buruk kepada orang tua adalah..
“Mungkin mertuaku sedang capek… mungkin mertuaku sedang haid.. mungkin mertuaku sedang PMS… sepertinya mertuaku sedang butuh perhatian lebih.. sepertinya mertuaku sedang muncul watak korelis (watak ingin mendominasi pengaruh atau mengarahkan orang lain).” sebagai ganti label-label negatif yang dihembuskan setan.
Ketiga, diam saat marah.
Di saat harus berhadapan dengan keadaan yang amat menyinggung perasaan atau tersulut amarah, maka berta’awudzlah lalu diamlah. Jangan sampai mulut bekerja saat emosi sedang menguasai. Di dalam sebuah hadis di Musnad Imam Ahmad, sabahat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتُ
“Jika kalian marah, maka diamlah.”
(Riwayat Ahmad 2136, dan dishahihkan Albani dalam Shahih Al Jami 693)
Karena pasti akan memunculkan penyesalan dan masalah yang berkepanjangan.
Ja’far bin Muhammad berkata:
الغضب مفتاح كل شر
“Marah adalah pembuka segala keburukan.”
Ada seorang yang yang berkata kepada ibnul Mubarak,
اجمع لنا حسن الخلق في كلمة
“Mohon penjelasan tentang satu kalimat yang mengumpulkan seluruh akhlak yang baik.”
Beliau menjawab,
تَرْكُ الغَضَبِ
“Tinggalkan sifat pemarah.” (Ihya Ulum Ad Diin, 3/166).
Ada sebuah pepatah arab mengatakan,
الغضب أوله جنون، ونهايته ندم
“Marah itu awalnya adalah kegilaan dan ujungnya adalah penyesalan.” (Al Manhaj Al Masluk fii Siyasah Al Muluk, hal. 404)
Sungguh benar pesan pepatah ini.
Wallahul muwaffiq. Semoga Allah memperbaiki keadaan kita semuanya.
Penulis: Ahmad Anshori
Copyright: Remajaislam.com