Saat telah berada di rel yang benar, jalan ibadah dan ilmu, jalan yang paling dekat mengantarkan ke Surga, jangan mengira bahwa seorang akan aman dari fitnah /perusak agama. Diantara perusak agama yang rawan menjangkiti orang-orang baik adalah sikap ujub (merasa lebih sempurna dari yang lain disertai kesombongan).
Perasaan ujub yang muncul di hati jika dibiarkan maka akan menumbuhkan sifat sombong. Sikap seperti ini akan membuat seorang binasa.
Al-Hafizh Al-Mundziri menyebutkan dalam bukunya At Targhib wa At Tarhib di bawah bab “Peringatan agar Tidak Mengklaim Diri Dalam Hal Ilmu dan Al-Qur’an,”.
Beliau menyebutkan sejumlah hadits di antaranya hadits Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah bersabda:
يَظْهَرُ الإِسْلَامُ حَتَّى تَخْتَلِفَ التّجَارُ فِي البَحْرِ، وَحَتَّى تَخُوضَ الخَيْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ يَقْرَؤُنَ القُرْآنَ يَقُولُونَ: مَنْ أَقْرَأْ مِنَّا ؟! مَنْ أَعْلَمُ مِنَّا؟! مَنْ أَفْقَهُ مِنَّا؟!» ثُمَّ قَالَ لأَصْحَابِهِ: «هَلْ فِي أُولَئِكَ مِنْ خَيْرٍ؟» قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ! قال: «أُولَئِكَ مِنْكُمْ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ”
“Islam akan muncul hingga para pedagang berselisih di lautan, dan hingga kuda-kuda mengarungi jalan Allah, kemudian akan muncul suatu kaum yang membaca Al Qur’an, mereka berkata, “Siapa yang lebih pandai Al Qur’an dari kami?! Siapa yang lebih berilmu dari kami? Siapa yang lebih tahu hukum Islam daripada kami?!”
Kemudian beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Apakah ada kebaikan pada orang-orang seperti itu?”
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Orang-orang yang seperti itu berasal dari umat ini, dan mereka adalah bahan bakar api neraka.”
Al-Mundziri berkata: Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Awsat dan Al-Bazzar dengan sanad yang dapat diterima.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al-Harits bin Muawiyah Al-Kindi, bahwa ia berkata kepada Umar, “Orang-orang memintaku untuk menjadi tukang cerita, maksudnya menjadi pendongeng untuk mereka. Maka Umar berpesan kepadanya,
أَخْشَى عَلَيْكَ أَنْ تَقُصَّ فَتَرْتَفِعَ عَلَيْهِمْ فِي نَفْسِكَ، ثُمَّ تَقُصَّ فَتَرْتَفِعَ، حَتَّى يُخَيَّلَ إِلَيْكَ أَنَّكَ فَوْقَهُمْ بِمَنْزِلَةِ الثّرَيَّا، فَيَضَعَكَ اللَّهُ تَحْتَ أَقْدَامِهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بقدر ذلك
“Aku khawatir bila kamu bercerita di hadapan mereka, lantas membuatmu merasa tinggi. Kamu bercerita kembali hingga membuatmu merasa tinggi. Hingga kamu dibayangkan berada di atas mereka seperti bintang kejora. Lalu Allah akan menempatkanmu di bawah kaki mereka pada hari kiamat sesuai dengan kadar kesombongan itu.”
Apa yang diperingatkan oleh Umar di atas merupakan salah satu pintu masuk menuju ujub. Yaitu ketika seseorang tampil dini menjadi penceramah atau pengkhotbah. Lalu melihat, orang-orang tersentuh oleh ceramahnya. Kondisi ini terkadang bisa membuat seorang ujub dan berkata, “Jika aku sudah mampu membuat mereka tersentuh seperti ini, membuat mereka menangis dan memberi petunjuk kepada mereka, maka aku lebih baik dari mereka.” Dengan perasaan seperti ini dia akan binasa. Petaka besar ada dihadapannya. Karena orang-orang mendapat petunjuk melalui perantaranya, mendapat manfaat, menjadi lurus, dan keadaan mereka menjadi baik, sementara dia berada dalam kehancuran.
Ibnu Al-Jauzi rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya Al-Qisas wal Al-Mudhkrin, riwayat tersebut bersumber dari Maimun bin Mihran, beliau -rahimahullah- menyebutkan sebuah kisah dan berkata dengan perkataan yang menakjubkan, beliaupun berkata,
المستمع شريك المتكلم، ولا يخطىء المتكلم إحدى ثلاث إما أن يسمعن قوله بما يهزل دينه، وإما عجب بنفسه، وإما أن يأمر بما لا يفعل. والمستمع أيسر مؤنة: المستمع ينتظر الرحمة، والمتكلم ينتظر المقت
“Pendengar adalah mitra bagi pembicara, dan pembicara tidak melakukan salah satu dari tiga kesalahan; bisa dengan mendengar perkataannya dengan cara menghina agamanya, atau dia ujub kepada pikdirinya sendiri, atau dia memerintahkan sesuatu yang tidak dia kerjakan. Pendengar lebih mudah bersabar: pendengar menunggu belas kasihan, dan pembicara menunggu kebencian.
Pendengar menunggu datangnya rahmat. Karena ia berada di dalam majelis yang dapat mengingatkan kelalaiannya, dari situlah ia akan mendapatkan manfaat dan faedah. Sementara pembicara menunggu datangnya murka apabila dia dilanda kesombongan atau dimasuki rasa riya’ serta penyakit lainnya yang menyebabkan cacatnya niat.
Ujub bisa menghancurkan seseorang. Karena merasa bahwa dirinya telah sempurna dan membutakannya dari melihat kekurangannya.
Dari Abdullah bin Masoud, semoga Allah meridhainya, ia berkata,
اثنان مهلكتان العُجبُ والقُنوط
“Ada dua sifat yang bisa membinasakan seseorang, yaitu ujub dan putus asa.” Diriwayatkan oleh Abu Naim dalam Hilyat Al-Awliya’.
Alasan mengapa kedua sifat ini dikumpulkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud sebagai sebab kehancuran adalah, karena orang yang putus asa tidak akan berusaha mencari kebahagiaan, karena putus asa yang sangat. Orang ujub juga sama demikian, ia tidak akan berupaya mencari kebahagiaan, karena ia mengira bahwa ia telah mencapainya, dan berbagai sebab bahagia menurutnya telah terkumpul padanya.
Oleh karenanya seorang hamba hendaknya menjadi penasihat bagi dirinya sendiri dan menjadi saksi atas nikmat Allah kepadanya, pemberian nikmat Allah kepadanya, serta petunjuk-Nya kepadanya untuk mengikuti agama yang lurus ini. Allah ta’ala berfirman,
يَمُنُّونَ عَلَيۡكَ أَنۡ أَسۡلَمُواْۖ قُل لَّا تَمُنُّواْ عَلَيَّ إِسۡلَٰمَكُمۖ بَلِ ٱللَّهُ يَمُنُّ عَلَيۡكُمۡ أَنۡ هَدَىٰكُمۡ لِلۡإِيمَٰنِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 17)
Maka Dialah Allah yang menjadikan seorang itu sebagai muslim, menjadikan seorang yang melakukan shalat dan menjadikan seorang itu sebagai orang yang berilmu. Sebagaimana disebutkan di dalam doanya Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam,
رَبَّنَا وَٱجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَيۡنِ لَكَ وَمن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةٗ مُّسۡلِمَةٗ لَّكَ
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu.” (QS. Al-Baqarah: 128)
Ibrahim juga berdoa,
رَبِّ ٱجۡعَلۡنِي مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِيۚ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat.” (QS. Ibrahim: 40)
Allah juga berfirman,
وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُۚ وَكَانَ فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكَ عَظِيمٗا
“Mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” (QS. An-Nisa’: 113)
Membuat seorang hamba dalam ketaatan kepada-Nya, adalah hanya berkat nikmat Allah, sebagai Allah ta’ala firmankan,
وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ
“Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat: 7)
Kenyataan ini merupakan kenyataan yang paling agung dan bisa memberikan manfaat besar bagi seorang hamba.
Pesan ini menunjukkan bahwa Dialah Allah yang kuasa mencegah hati dari bersikap ujub atau riya’ terhadap amalannya. Jika ia meyakini bahwa Allah -subhanah- adalah yang memberinya hidayah dan yang membimbingnya, maka keyakinan tersebut akan mengalihkan perhatiannya dari bersikap ujub dan riya’.
Hanya Allah saja yang bisa memberikan taufik dan hidayah kepada jalan yang lurus.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori, dari kitab Ahadits Al-Qulub karya Syaikh Abdurrazaq Al-badr -hafidzahullah-.
Artikel: Remajaislam.com