Bismillah…
Dari Abu Umamah -radhiyallahu’anhu- beliau berkata, “Pernah ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-. lalu pemuda itu berkata kepada Nabi,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا
“Ya Rasulullah, izinkanlah aku berbuat zina.”
فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ، وَقَالُوا: مًهْ مَهْ
Para sahabat yang hadir ketika itupun melemparkan pandangan ke arah pemuda itu dan menegurnya dengan keras, “Diam kamu, diam kamu!”
فَقَالَ: “ادْنُهْ”
فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda, “Tolong dekatkan anak muda itu kepadaku.” Pemuda itu pun mendekat kepada Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dalam jaraknya yang cukup dekat.
Lalu Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
اجْلِسْ
“Duduk sini nak”
Pemuda itu duduk, dan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya kepadanya,
“أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟
“Apakah kamu suka perbuatan zina dilakukan terhadap ibumu?”
Pemuda itu menjawab,
لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ
“Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”
Rasulullah-shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ
“Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut di lakukan terhadap ibu-ibu mereka.”
Rasulullah-shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya,
“أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ”؟
“Apakah kamu suka bila zina dilakukan kepada anak perempuanmu?”
Pemuda itu menjawab,
لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ
‘Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga diriku menjadi tebusanmu.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda menguatkan,
وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ
“Orang-orang pun tidak akan rela bila hal itu terjadi kepada anak-anak perempuan mereka.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya,
أَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ”؟
“Apakah kamu rela bila zina itu dilakukan kepada saudara perempuanmu?”
Pemuda itu menjawab,
لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ
“Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda menguatkan,
“وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ”
“Orang lain pun tidak akan rela bila hal tersebut terjadi pada saudara perempuan mereka.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya,
“أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ”؟
“Apakah kamu rela bila itu dilakukan kepada bibi (dari pihak ayah)mu?”
Pemuda itu menjawab,
لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ
“Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
“وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ”
“Orang lain pun tidak akan rela bila perbuatan itu dilakukan kepada bibi (dari pihak ayah) mereka.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bertanya,
“أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ”؟
“Apakah kamu rela bila zina terjadi kepada bibi (dari pihak ibu)mu?
Pemuda itu menjawab,
لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ
“Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
“وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ”
“Orang lain pun tidak akan rela bila hal itu terjadi pada bibi (dari pihak ibu) mereka.”
فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ
Lalu Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- meletakkan tangan beliau ke dada pemuda itu kemudian berdoa,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ”
“Ya Allah, ampunilah dosanya dan bersihkanlah hatinya serta peliharalah farjinya.”
فَلَمْ يَكُنْ بَعْدَ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ
Maka sejak saat itu pemuda tersebut tidak lagi menoleh kepada perbuatan zina barang sedikit pun.” (HR. Ahmad)
Di dalam riwayat lain disebutkan,
فلم يكن شيء أبغض إليه منه – الزنا –
“Setelah itu tak ada perbuatan yang lebih ia benci daripada zina.”
Pelajaran dari hadis:
Pertama, pendidik itu seperti dokter, saat dapat memberikan obat penyakit-penyakit moral di masyarakat dengan obat yang tepat dan dengan dosis yang pas, maka dengan izin Allah akan dapat menyembuhkan penyakit tersebut.
Kedua, merespon kesalahan tidak selamanya harus dengan marah. Seorang pendidik harus menempatkan marah pada situasi yang tepat sehingga marah dapat benar-benar bermanfaat di dalam proses mendidik. Diantaranya situasi yang tidak tepat merespon kesalahan denga marah dari hadis di atas adalah kesalahan yang muncul karena:
- ketidak tahuan.
- syubhat.
- adanya sebab yang logis atau alamiah.
Ketiga, kisah yang disampaikan Abu Umamah ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa, kurangnya ilmu atau keterampilan dalam mendidik, akan menyebabkan seorang merespon kesalahan anak hanya dengan marah. Atau bisa juga diungkapkan dengan kalimat lain bahwa, selalu merespon kesalahan anak didik dengan marah adalah tanda kurangnya pengetahuan seorang dengan ilmu mendidik dan keterampilan mendidik yang hikmah, kita bisa merasakan pelajaran ini dari perilaku yang berbeda dalam merespon kesalahan anak muda itu antara Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dengan orang-orang yang hadir di majlis tersebut. Pendidik yang sukses adalah yang mampu menyeimbangkan antara marah dan sikap tenang, tegas dan kelembutan.
Keempat, hadis ini mengandung pelajaran yang amat berharga dalam upaya mendidik para pemuda khususnya atau masyarakat pada umumnya yang jatuh di dalam kesalahan disebabkan oleh adanya suatu syubhat dalam pikirannya. Disebutkan di dalam syarah-syarah hadis ini bahwa anak muda ini terkena syubhat berupa, ia tahu bahwa zina itu terlarang, namun dikarenakan dorongan syahwatnya yang begitu kuat ditambah dengan kemampuan ekonomi untuk menikah terbatas, ia pun berusaha mendapatkan legalitas/persetujuan secara syar’i dari Nabi agar diizinkan berzina. Itulah yang menjadi motivnya nekat bertemu Nabi untuk izin berzina.
Yang menarik dari respon Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- kepada anak muda tersebut, Nabi tidak merespon dengan menyalahkan, mencela atau marah-marah. Namun beliau merespon dengan:
- Kelembutan. “sini nak mendekat.” di saat orang yang hadir ketika itu sudah terpancing emosi.
- Berusaha menghilangkan syubhat, dengan pendekatan logika dan membangkitkan rasa kecemburuan, “apakah kamu rela jika ibumu… anak perempuanmu… saudarimu… bibimu dizinai?!” Nabi menyebutkan seluruh kerabat perempuan si anak muda itu. Pendekatan ini berhasil menyadarkan anak muda itu dan memancing kecemburuannya. Hingga berakhir dengan menjadi anak muda yang sangat membenci perbuatan zina. Lihatlah betapa dahsyat dampak dari pendidikan yang tepat dan hikmah. Hanya dalam proses yang singkat bisa menanamkan karakter luhur yang begitu kuat. Sungguh dalam hal ini terdapat tanda kenabian Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-.
- Mendoakan dengan doa yang relevan “ALLAHUMMAGHFIR DZANBAHU WA TOHHIR QOLBAHU WA HASSHIN FARJAHU” (Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya dan jagakan untuknya farjinya).
Kelima, pendidikan yang berhasil adalah dapat menanamkan karakter yang baik atau budi pekerti yang terpuji.
Keenam, keberadaan orang berilmu di tengah masyarakat, khususnya ilmu agama, dapat meredam terjadinya kemerosotan moral.
Wallahua’lam bis showab.
Referensi:
- Catatan dauroh bersama Syaikh Prof. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili (ulama dari kota Madinah), yang diselenggarakan di Ma’had Imam Bukhari Surakarta pada Desember 2023 silam.
- Islamweb (2013). يَا رَسُولَ الله ائذنْ لي. Diakses dari https://www.islamweb.net/ar/article/185335/.. Pada 17/03/2024.
- Al-‘Awadhi, Abdullah bin Abduh Nu’man (1437H). علاج نبوي ناجع. https://www.alukah.net/sharia/0/94885/%.. Pada 17/03/2024.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com