Bismillah…
Salahsatu amalan yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang haid adalah shalat. Hal ini didasari oleh dua hadis berikut:
Hadis dari ibunda Aisyah radhiyallah ‘anha, beliau mengatakan,
جائت فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي اِمْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ اَلصَّلَاةَ؟
Fathimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kemudian berkata:
“Ya Rasulullah, sungguh aku ini perempuan yang selalu keluar darah (Istihadah) dan tidak pernah suci. Bolehkah aku meninggalkan shalat? ”
Rasul menjawab:
لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ ثُمَّ صَلِّي
“Tidak, itu hanyalah darah sakit, bukan darah haid. Bila haidmu datang tinggalkanlah shalat. Dan bila haid itu berhenti, bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi), lalu shalatlah. ” (Muttafaqun ‘alaih).
Kemudian didasari oleh pesan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam khutbah Idul Adha atau Idul Fitri beliau, yang ditujukan kepada kaum perempuan di masa itu,
أليس إذا حاضت لم تصل ولم تصم؟ قلن: بلى. قال: فذلك من نقصان دينها
“Bukankah wanita itu jika haid dia tidak melakukan shalat dan tidak puasa?!”
“Iya betul.” Jawab kaum wanita yang hadir.
Nabi melanjutkan, “Itulah tanda bahwa wanita itu kurang agamanya.” (Muuttafaqun ‘alaih)
Menurut Jumhur (Mayoritas) ulama diantaranya Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad, bahwa perempuan yang suci di waktu ashar; selama matahari belum terbenam, maka ia wajib melakukan shalat duhur dan ashar (jamak takkhir). Jika suci di waktu Isya; selama waktunya belum berakhir, maka ia wajib melakukan shalat isya dan maghrib (jamak takkhir).
Keterangan fikih ini bersumber dari sahabat Abdurrahman bin Auf, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhum-.
Alasannya adalah: karena waktu shalat berikutnya adalah waktu untuk shalat sebelumnya di saat seorang berada di dalam sebuah uzur. Imam Ahmad mengatakan,
عامة التابعين يقولون بهذا القول إلا الحسن وحده
“Seluruh Tabi’in (generasi sesudah sahabat) berpendapat demikian, kecuali hanya Hasan Al Basri saja.” (Al-Mughni 2/46)
Ketentuan menjamak takkir dalam mengqodo sholat Wanita yang suci dari haid ini berlaku pada shalat-shalat yang bisa dijamak saja, yaitu duhur dengan ashar dan maghrib dengan isya. Adapun untuk shalat subuh, jika seorang Wanita suci di saat telah tiba subuh, maka tidak perlu mengqodo shalat isya’nya. Karena kedua shalat ini tidak bisa dijamak. Bagi wanita yang suci di waktu subuh hingga menjelang terbit matahari, asalkan bisa diperkirakan bahwa ia memiliki waktu yang cukup untuk melakukan satu raka’at di penghujung waktu subuh, makai a wajib melakukan shalat subuh tersebut. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
من أدرك ركعة من الصبح قبل تطلع الشمس فقد أدرك الصبح
“Siapa yang menjumpai satu raka’at subuh sebelum terbenam matahari, maka ia telah mendapati shalat subuh..” (HR. Muslim 1/434)
Wallahua’lam bis showab.
Referensi:
Al-Qohtoni, Sa’id bin Ali bin Wahb (1416H). Thuhur Al-Muslim fi Dhouil Kitab was Sunnah. Silsilah Ushul Al-Islam 2(1).
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com