Allah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi wanita, dengan membimbing, mendidik dan mengarahkannya kepada hidup yang lebih baik serta lebih dekat kepada Allah. Layaknya pemimpin yang mengayomi rakyatnya. Hal terjadi karena pada laki-laki terdapat karakteristik fisik, watak dan akal yang membuatnya layak menjadi pemimpin. Di samping itu, laki-laki memilikitanggung jawab menafkahi istri dan anak-anaknya.
Allah ta’ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Laki-laki itu adalah pemimpin wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa: 34)
Ibnu Katsir -rahimahullah- menjelaskan makna ayat ini dengan menukil pernyataan Ali bin Abi Tholhah yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhum- :
وقال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس الرجال قوامون على النساء يعني :
أمراء عليهن ، أي : تطيعه فيما أمرها الله به من طاعته ، وطاعته أن تكون محسنة لأهله حافظة لماله .
“Laki-laki itu adalah pemimpin wanita” maknanya memimpin mereka, sehingga wanita (dalam hal ini istri) hendaknya patuh kepada nasehat, perintah, keputusan suami pada hal-hal yang Allah perintahkan untuk ditaati. Diantara bentuk ketaatan kepadanya adalah berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga harta suami.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/492).
Bahkan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- sampai melarang seorang istri berpuasa sunah tanpa izin suaminya,
لا يحل للمرأة أن تصوم وزوجها شاهد إلا بإذنه ولا تأذن في بيته إلا بإذنه
“Tidak halal bagi seorang istri melakukan puasa dalam keadaan suaminya ada di sisinya kecuali dengan seizin suaminya. Dan tidak boleh mengizinkan siapapun untuk masuk rumah kecuali dengan seizin suaminya.” (HR. Bukhari no. 4899)
Adanya larangan puasa sunah di saat suami ada di rumah bertujuan untuk agar di saat suami sedang berhajat kepada istrinya, dia dapat menunaikan kebutuhan syahwatnya. Jika dalam hal kebutuhan syahwat saja istri wajib untuk taat kepada suami, maka dalam hal yang lebih penting dari itu, seperti pendidikan anak, kemaslahatan keluarga, hal-hal yang mengarah kepada menjaga dan meningkatkan kualitas agama anggota keluarga, atau yang lainnya, tentu lebih wajib dan lebih berhak untuk diikuti nasehatnya, ditaati perintahnya. (Adab Zifaf, Syaikh Al-Albani, hal. 282).
Dalam hadis shahih yang diriwiyatkan Ahmad dan Al-Hakim, disebutkan bahwa ada seorang wanita menemui Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- untuk sebuah keperluan. Setelah selesai dari keperluannya, Rasul bertanya kepada wanita itu,
“Aoakah Anda sudah bersuami?”
“Iya, ya Rasulullah.” Jawab wanita ini.
“Bagaimana kamu memperlakukannya?” Tanya Rasulullah
Sahabat wanita itu menjawab, “Aku berusaha tidak kurang dalam melayaninya dkecuali yang aku tidak mampu.”
Kemudian Rasul menyampaikan nasehat yang berharga,
انظري أين أنت منه فإنه جنتك ونارك
“Periksalah dirimu. Bagaimana posisimu di hadapannya. Karena suamimu adalah surga atau nerakamu.”
Maksudnya, suamimu bisa menjadi sebab istri masuk surga jika ia menunaikan hak suami, dan sebaliknya, bisa menjadi sebab masuk neraka jika istri mengabaikan hak suami.
Dalam hadis yang lain Nabi -shallahu’alaihi wa sallam sampai mengatakan,
لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لغير الله لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها
Sekiranya aku memerintahkan seseorang untuk menghormat kepada selain Allah dengan cara bersujud, niscaya perintah itu akan aku tujukan kepada wanita terhadap suaminya. (HR Ibnu Majah 1583).
Sudah sangat jelas bahwa sujud hanyalah berhak ditujukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun andai saja boleh dilakukan kepada manusia, maka yang boleh disujudi adalah suami. Ini menunjukkan betapa besar hak suami atas istrinya.
Apa yang didapat istri yang taat kepada suami?
Pahala mahal dan indah itu disebutkan di dalam hadis di bawah ini>
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam bersabda:
اذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها و حفظت فرجها و اطاعت زوجها قيل لها ادخلى من أي أبواب الجنة شفت .
“Jika seorang wanita telah menjalankan shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, maka di serukan kepadanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kau kehendaki.” (HR. Ahmad no. 1661)
Di dalam hadis yang lain, dinyatakan
أيما امرأة ماتت و زوجها عنها راض دخلت الجنة.
“Tak seorang wanita pun wafat dan suaminya meridhainya kecuali ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dinilai Shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shohihah no. 173).
Wallahul muwaffiq…
Bantul, 19 Rabiul Awal 1445H
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com