Siapa yang Tidak Meninggalkan Ucapan Dusta….
Bismillah…
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.” (HR. Bukhori no.1903).
Pelajaran dari hadis:
Yang dimaksud perkataan zur (dusta) adalah setiap ucapan yang mengandung dosa, seperti berbohong, ghibah, naminah/mengadu domba, persaksian palsu dll.
Mengamalkannya, maksdunya mengamalkan dosa-dosa lisan di atas. Yaitu mewujudkannya bukan lagi sekedar dosa ucapan, tapi sudah menjadi dosa tindakan (sumber: Tuhfatul Ahwadzi)
Adapun tindakan bodoh (al-jahl) adalah, seluruh perbuatan maksiat (Sumber: As-Sindi di dalam Hasyiahnya).
Ada ulama yang menerangkan lain bahwa, Al Jahl dalam hadis ini mencakup sikap tidak peduli kepada hak semsama, sehingga membuat seorang bebuat hasad, iri dan benci kepada sesama muslim (Sumber: Syarah Ahadis As Shiyam min Kitab Bulughul Marom, hal. 120. Karya Syaikh Nashir bin Ibrahim Al ‘Abudi)
Hikmah dan tujuan utama dari adanya syariat puasa adalah agar manusia terbantu untuk mewujudkan nilai-nilai takwa, sebagaiman Allah tegaskan di dalam ayat tentang puasa,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-baqarah: 183)
Sehingga puasa bukan sekedar bertujuan membuat seorang tidak makan atau minum, namun tujuan puasa lebih kepada mengkondisikan manusia untuk mudah mengendalikan syahwatnya, melawan setan, membersihkan hatinya dan mudah melakukan amal ibadah, itulah nilai-nilai takwa.
Hadis yang mulia ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa Nabi shallallahu’alaihiwasallam memperingatkan dari puasa yang sekedar tidak makan dan minum. Bahwa puasa yang seperti itu akan menyebabkan berkurangnya pahala puasa seorang, bahkan bisa sampai mengugurkan pahala puasanya jika dosa yang dilakukan amat besar dan berat di sisi Allah. Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi shallallahu’alaihiwasallam dalam hadis ini,
فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.”
Maknanya bukan berarti kalau orang puasa berdusta atau berbuat dosa yang lain, ia diberi uzur tidak puasa. Namun maknanya adalah dosa yang dilakukan di saat puasa menjadi lebih parah di sisi Allah dan bisa berdampak pada puasa seseorang. Ibnul ‘Arobi menerangkan,
مُقْتَضَى هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ فَعَلَ مَا ذُكِرَ لا يُثَابُ عَلَى صِيَامِهِ , وَمَعْنَاهُ أَنَّ ثَوَاب الصِّيَام لا يَقُومُ فِي الْمُوَازَنَةِ بِإِثْم الزُّور وَمَا ذُكِرَ مَعَهُ اهـ
“Hadis ini menunjukkan bahwa siapa melakukan dosa-dosa yang disebutkan pada hadis ini di saat ia puasa, maka pahala puasanya saat ditimbang kelak di hari kiamat tidak akan lebih berat daripada dosa-dosa dusta dll saat ia sedang puasa.”
Hadis ini semakna dengan hadis berikut:
– ربَّ صائمٍ ليسَ لَه من صيامِه إلَّا الجوعُ وربَّ قائمٍ ليسَ لَه من قيامِه إلَّا السَّهرُ
Ini menunjukkan betapa bahaya dosa yang dilakukan di saat puasa terutama dosa-dosa yang berkenaan dengan lisan dan hak sesama manusia, dapat merusak pahala puasa seorang.
Semoga Allah menolong kita untuk melakukan puasa yang terbaik.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com